the jack

Selasa, 04 Maret 2014

Pendidikan Menengah Universal untuk Mempersiapkan Generasi Masa Depan

Pendidikan Menengah Universal untuk

 Mempersiapkan Generasi Masa Depan

Oleh Bambang Indiryanto
Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Kemdikbud
Ketika kebijakan pendidikan dikaitkan dengan generasi masa depan, kebijakan tersebut mempunyai suatu landasasan konseptual. Berdasarkan pada Human Capital Theory intervensi kebijakan pendidikan merupakan bentuk investasi pada diri manusia. Setiap intervensi pada diri manusia melalui pendidikan akan memberikan nilai balik tidak hanya pada inividu yang mendapatkan pendidikan, tetapi juga pada lingkungan sosial dari individu tersebut. Nilai balik balik yang dirasakan oleh individu yang mendapatkan pendidikan disebut dengan private benefit, sedangkan nilai balik yang berdampak positif bagi lingkungan sosial disebut dengan social benefit.
Private benefit berupa peningkatan taraf kehidupan inividu yang bersangkutalamatan. Nilai balik tersebut biasanya diukur dengan tingkat kesejahteraan ekonomi karena penghasilannya meningkat seiring dengan peningkatan pendidikannya. Demikian juga dalam konteks social benefits peningkatan jenjang pendidikan warga negara suatu negara akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga negara tersebut, karena peningkatan pendidikan warga suatu negara akan mendorong pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Contoh yang sering digunakan untuk memberikan ilustrasi kesuksesan investasi di bidang pendidikan adalah negara Jepang dan Korea Selatan. Pertumbuhan ekonomi pada kedua negara ini bukan karena kekayaan sumber daya alam tetapi karena kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, pada dekade 80an kedua negara ini disebut dengan Macan Asia. Kecenderungan yang terjadi di kedua negara ini kemudian diikuti oleh negara Cina telah mulai menunjukkan pertubuhan ekonomi yang pesat sejak awal tahun 90an.
Tentu saja nilai balik tidak hanya diukur dengan perbaikan dimensi ekonomi, tetapi juga dimensi lain. Pada negara-negara yang pendidikan warga negaranya relatif tinggi harmonisasi kehidupan sosial dan demokratisasi dalam kehidupan politiknya juga lebih baik dibanding dengan negara-negara yang warga negaranya memiliki pendidikan yang relatif rendah.
Keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk mecanangkan kebijakan Pendidikan Menengah Universal (PMU) merupakan bentuk investasi pada diri manusia. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa untuk mempersiapkan generasi masa depan?. Hal ini didasarkan pada suatu argumentasi yang disepakati oleh pada ahli ekonomi pendidikan dan ahli pendidikan (educationist), dampak dari investasi pada diri manusia melalui pendidikan tidak terjadi pada jangka pendek, tetapi pada jangka panjang tepatnya bersifat generasional. Jika PMU tersebut dicanangkan pada saat ini, dampaknya adalah ketika para lulusan pendidikan menengah tersebut telah memasuki dunia kerja dan memberikan sumbangan dalam peningkatan produktivitas nasional.
Meskipun kebijakan yang diluncurkan oleh Kemdikbud adalah PMU, tentu saja tidak dimaksudkan bahwa mereka yag telah terdaftar pada satuan pendidikan jenjang pendidikan menengah hanya berhenti ketika lulus. Justru kelulusan pada dari satuan pendidikan jenjang pendidikan menengah menjadi aspirasi untuk melanjutkan pada jenjang pendidikan tinggi. Pada saat mereka telah menyelesaikan jenjang pendidikan, ketika itu mereka telah siap untuk memasuki dunia kerja.
Agar kebijakan PMU sebagai bentuk investasi yang mengantarkan generasi sekarang menjadi generasi masa depan yang kompeten dan produktif di masa depan terdapat tiga kriteria yang perlu dipertimbangkan yaitu nondiskriminatif, afirmatif, dan kualitas. Dua kriteria pertama berkaitan dengan peningkatan akses. Dengan kriteria nondkriminatif dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang setara kepada semua warga negara Indonesia lulusan jenjang pendidikan dasar untuk melanjutkan ke jenjang pendidian menengah. Kesempatan untuk mendapatkan pelayanan pendidikan menengah tidak boleh dibedakan berdasarkan pada warna kulit, agama, suku bangsa. Ketika ada lulusan jenjang pendidikan dasar yang berasal dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomis, kesempatan yang sama tetap harus diberikan kepada mereka. Kesempatan tersebut diwujudkan melalui kebijakan afirmatif dengan memberikan dukungan finansial kepada mereka. Tanpa bantuan finansial mereka tidak akan mendapat kesempatan yang sama dengan teman mereka yang berasal dari keluarga yang lebih mampu secara ekonomi.
Kualitias pelayanan pendidikan merupakan harga yang tidak bisa ditawar jika ingin menghantarkan generasi sekarang ke masa depan yang lebih kompeten dan produktif. Mutu tidak hanya dimaknai dengan hasil tetapi juga proses. Kurikulum 2013 menjadi titik tolak untuk mengarahkan pelayanan pendidikan menengah yang bermutu. Tentu saja Kurikulum 2013 akan menjadi titik tolak pelayanan pendidikan menengah yang bermutu ketika didukung oleh guru yang kompeten dalam mengajar dan ketersediaan sarana pendidikan yang memadai.

Pendidikan universal untuk menggapai Indonesia Emas

Pendidikan universal untuk menggapai Indonesia Emas


 Persaingan global di segala bidang kini melanda semua belahan di dunia, tak terkecuali dengan Indonesia. Persaingan global menuntut untuk meningkatkan segala sektor negara baik politik, ekonomi, pendidikan maupun ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).

Menyikapi hal tersebut, sesuatu yang wajar jika pemerintah melalui keputusan Menteri PendidikanNasional telah mencanangkan kewajiban belajar 9 tahun. Bahkan untuk meminimalisir jumlah angka putus sekolah dan agar seluruh warga usia sekolah berkesempatan untuk menikmati pendidikan, pemerintah berupaya mencanangkan pendidikan menengah universal yang mengisyaratkan agar semua anak di Indonesia bisa bersekolah hingga lulus pendidikan menengah tingkat atas.

Pendidikan Menengah Universal (PMU) sudah di-launching pada Juni 2013 lalu. PMU adalah program pendidikan yang memberikan layanan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Indonesia untuk mengikuti pendidikan menengah yang bermutu. “PMU merupakan rintisan wajib belajar 12 tahun,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh.

Menurut Nuh, PMU 12 tahun ditempuh untuk menjaring usia produktif di Indonesia. Pemerintah mewajibkan program PMU atau pendidikan gratis hingga SMA. Oleh karena itu, pemerintah mengamandemen Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur soal wajib belajar 9 tahun menjadi wajib belajar 12 tahun.

Sasaran penyelenggaraan PMU ialah tiap warga Indonesia usia 16 tahun sampai dengan 18 tahun, yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah dan mempercepat angka partisipasi kasar (APK) pendidikan menengah mencapai 97% pada tahun 2020.

Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat memperhatikan layanan bagi warga negara usia 16 (enam belas) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun yang berasal dari keluarga tidak mampu, dari daerah perbatasan, daerah tertinggal, daerah terluar dan dari daerah terpencil untuk mengikuti pendidikan menengah.

APK merupakan angka rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat tertentu, terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Anak usia SMA/sederajat, baru 70,5% yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/sederajat. Saat ini, pemerintah menargetkan APK pendidikan menengah sebesar 97%. Tanpa PMU, sasaran itu diperkirakan baru tercapai pada 2040.

PMU dinilai menjadi sebuah lompatan yang sangat signifikan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Tujuan utama PMU adalah meningkatkan kualitas penduduk Indonesia dalam mendukung pertumbuhan ekonomibangsa, peningkatan sosial politik, serta kesejahteraan rakyat.

Untuk mewujudkan pendidikan menengah 12 tahun, tentu harus dijalankan dengan perhatian besar terhadap kemampuan keuangan pemerintah pusat maupun daerah. Pemerintah daerah memiliki andil besar dalam pembiayaan pendidikan ini.

“Implementasi program PMU tidak akan berhasil bila daerah tidak ikut berpartisipasi aktif. Karena itu, komitmen daerah amat penting dan berperan besar,” papar Dirjen Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Ahmad Jazidie.

Untuk melaksanakan pendidikan wajib belajar 12 tahun ini, yang perlu diperhatikan pula yaitu meliputi sarana pendidikan, pendidik, dan tenaga kerja kependidikan di tingkat kabupaten/kota. 

Dengan dilaksanakannya Program PMU, diharapkan lulusan-lulusan di Indonesia akan memiliki SDM yang spesifik dan lebih siap untuk bekerja. Hal ini dapat dilakukan dengan pencanangan pendidikan vokasi pada jenjang menengah dengan memperbanyak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). 

Secara operasional, PMU dilaksanakan sama dengan wajib belajar 9 tahun. Untuk menjamin PMU mencapai sasarannya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah akan mengalokasikan dana, terutama untuk pengadaan sarana dan prasarana, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), penyediaan dan peningkatan kualitas guru, serta bantuan untuk siswa yang kurang mampu.

Masalah anggaran, adalah masalah yang paling spesifik. Kemendikbud sudah menghitung anggaran yang diperlukan. “Sekarang ini, dibutuhkan minimal yang harus disiapkan ialah Rp21 triliun. Biaya itu, sebagian besar digunakan untuk pengeluaran dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah)."

KendalaMenurut Jazidie, kendala yang dihadapi dalam pelaksanan PMU ini masih sangat banyak dan beragam. "Antara lain, persepsi bahwa SMA itu mahal. Masyarakat juga masih berprinsip, dari pada sekolah SMA lebih baik bekerja,” ujarnya.

Dengan adanya program PMU ini, yang juga perlu diperhatikan ialah, pengadaan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Untuk PMU, pemerintah menganggarkan mulai dari ekspansi ruang kelas baru, hingga unit sekolah baru. Itu salah satu program utama Kemendikbud. Dan pihak Ditjen Dikmen juga telah memiliki peta daerah mana saja yang perlu menjadi prioritas PMU.

Selain rencana pembangunan unit ruang kelas dan sekolah baru guna memperluas akses ke jenjang SMA sederajat, ketersediaan guru juga harus dipersiapkan secara matang. Pasalnya, ketika terjadi penambahan ruang kelas dan sekolah baru, hal itu akan berdampak terhadap jumlah dan kesiapan guru. Karena itu, Kemendikbud menyiapkan anak-anak dari program sarjana mendidik di daerah terdepan, terluar, tertinggal (SM3T).

Selain itu, secara nasional, guru SMA lebih banyak dibanding dengan jumlah guru SMK. “Kekurangan guru produktif di SMK memang tidak dapat dihindari. Pasalnya, jurusan pendidikan guru di lembaga pendidik tenaga kependidikan (LPTK) belum mencakup keahlian yang diperlukan di SMK,” kata Jazidie.

Kemendikbud tak bisa hanya mengandalkan untuk merekrut calon guru dengan pendidikan formal yang pas untuk mengisi kebutuhan guru SMK. Apalagi, untuk menjadi guru, masih ada persyaratan bahwa sang calon mesti berijazah strata 1 (S1) ataupun diploma empat (D4). 

Karenanya, pemerintah membuat skema pemenuhan guru produktif SMK di daerah-daerah. Cara yang paling memungkinkan ialah mengangkat tenaga profesional yang sudah lama berkecimpung di dunia industri. “Kita akan mengangkat praktisi yang memiliki pengetahuan selevel tinggi di dunia industri,” terang Jazidie.

Dia mengatakan, pihaknya membutuhkan pemetaan secara keseluruhan. Dengan demikian, dapat diketahui secara pasti bagaimana realisasi dari PMU yang selama ini berjalan sehingga segala kebutuhan dan kekurangan dapat segera ditangani.

Dengan demikian, pendidikan yang bermutu bukan menjadi milik suatu kelompok atau perseorangan, tapi pendidikan ialah hak semua orang, tanpa membedakan ras, suku ataupun kedudukan sosial. Bagaimanapun, anak-anak Indonesia, dalam 10 sampai 20 tahun mendatang, siap menyambut Indonesia Emas di 2045.

PENDIDIKAN MENENGAH UNIVERSAL SEBAGAI LOMPATAN YANG SIGNIFIKAN DALAM LAYANAN PENDIDIKAN

A.      LATAR BELAKANG MASALAH
Persaingan global di segala bidang kini sedang melanda negara-negara di dunia. Bagi negara maju, mungkin adanya persaingan global hanya menuntut mereka untuk menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan negara-negara yang lain. Tetapi bagi negara berkembang seperti Indonesia, adanya persaingan global menuntut untuk meningkatkan segala sektor negara baik politik, ekonomi, pendidikan maupun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Peningkatan semua sektor tentunya dilaksanakan melalui pembangunan bangsa. Dalam upaya pembangunan bangsa, tampaknya pengembangan sumber daya manusia adalah yang paling penting dan utama jika dibandingkan dengan pengembangan sumber daya alam, meskipun antara keduanya saling berkaitan dan tak terpisahkan. Oleh karena itu, pembangunan manusia seutuhnya perlu diwujudkan dengan sebaik-baiknya sehingga diperlukan pendekatan-pendekatan yang baik.
Pendidikan adalah sarana utama didalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tanpa pendidikan akan sulit diperoleh hasil dari kualitas sumber daya manusia yang maksimal. Kebutuhan akan pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri, bahkan semua itu merupakan hak semua warga negara. Sebagaimana yang termaktub di dalam UUD’45 pasal 31 ayat (1) secara tegas menyebutkan bahwa : “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Dengan demikian pendidikan yang bermutu bukanlah milik suatu kelompok atau perseorangan, akan tetapi pendidikan adalah hak semua warga negara tanpa membedakan suku, agam, ataupun kasta.
Menyikapi hal itu adalah sesuatu yang wajar jika pemerintah melalui keputusan menteri pendidikannasional telah mencanangkan kewajiban belajar 9 tahun. Bahkan untuk meminimalisir jumlah angka putus sekolah dan agar seluruh warga usia sekolah berkesempatan untuk menikmati pendidikan, pemerintah berupaya mencanangkan Pendidikan Menengah Universal.
B.       RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka dirumuskan beberapa masalah yaitu:
Bagaimana pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU)?
Apakah kemungkinan dampak positif yang akan terjadi dari diselenggarakannya Pendidikan Menengah Universal (PMU)?
Apakah kemungkinan dampak negatif yang akan terjadi dari diselenggarakannya Pendidikan Menengah Universal (PMU)?
C.      TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah yang dituliskan, maka tujuan yang akan dicapai adalah:
Mengetahui pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU).
Mengetahui kemungkinan dampak positif yang akan terjadi dari diselenggarakannya Pendidikan Menengah Universal (PMU).
Mengetahui kemungkinan dampak negatif yang akan terjadi dari diselenggarakannya Pendidikan Menengah Universal (PMU).
D.      TEORI
1.      Pendidikan Menengah Universal (PMU)
Istilah Pendidikan Menengah Universal yang selanjutnya disingkat dengan PMU merupakan rintisan wajib belajar 12 tahun. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menjelaskan Pendidikan Menengah Universal 12 Tahun ditempuh untuk menjaring usia produktif di Indonesia. Pemerintah akan mewajibkan program Pendidikan Menengah Universal (PMU) atau pendidikan gratis hingga SMA pada 2013 mendatang.
Nama Pendidikan menengah Universal (PMU) diambil karena sebagai rintisan di mana belum adanya peraturan perundangan yang mewajibkan Wajib Belajar 12 Tahun. Oleh karena itu, pemerintah berencana mengamandemen Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional yang mengatur soal wajib belajar 9 tahun menjadi wajib belajar 12 tahun.
2.      Sasaran Pendidikan Menengah Universal (PMU)
Penyelenggaraan Pendidikan Menengah Universal (PMU) tentunya tidak asal saja tetapi juga mempunyai sasaran yang ingin dicapai atau tujuan dari pelaksanaanya. Dalam pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU) ada tiga sasaran yang ingin dicapai, yaitu:
Meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah
Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Misal, APK SMA sama dengan jumlah siswa yang duduk di bangku SMA dibagi dengan jumlah penduduk kelompok usia 16 sampai 18 tahun.
APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan.
Memperkecil disparitas antar daerah
Disparitas dapat diartikan dengan perbedaan. Jadi, memperkecil disparitas antar daerah dapat diartikan dengan memperkecil perbedaan antar daerah khususnya dalam bidang pendidikan.
Memperkuat pelayanan pendidikan vokasi
Istilah vokasi digunakan untuk program pendidikan menggantikan istilah profesional atau profesi. Istilah vokasi diturunkan dari bahasa Inggris, vocation, yang sama artinya dengan profession. Di Amerika Serikat, vokasi digunakan untuk menyebut pengelompokan sekolah kejuruan seperti di Indonesia.
Menurut Pavlova (2009) yang diambil dari makalah Dr. Putu Sudira, M. P, tradisi dari pendidikan kejuruan atau vokasi adalah menyiapkan peserta didik untuk bekerja. Pendidikan dan pelatihan kejuruan/vokasi menyiapkan terbentuknya perilaku, sikap, kebiasaan kerja dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia usaha dan industri. Pendidikan kejuruan/vokasi merupakan pendidikan pengembangan bakat untuk bekerja dalam bidang-bidag tertentu.
Jadi, dapat dikatakan bahwa pendidikan vokasi adalah suatu program pada jenjang pendidikan tinggi yang mempunyai tugas untuk mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu. Hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa:
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program pendidikan akademik, profesi dan/atau vokasi(pasal 20 ayat (3)).
Dahulu istilah yang dipakai untuk menyebut pendidikan vokasi adalah pendidikan non gelar.
E.       PEMBAHASAN
1.      Pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU)
Pendidikan Menengah Universal atau yang bisa disingkat dengan PMU dapat dikatakan sebagai one step ahead. Bagaimana tidak? Ide dasarnya pun sederhana, bahwasanya Pendidikan Menengah Universal (PMU) merupakan sebuah lompatan yang sangat signifikan dalam layanan pendidikan kita.
Dengan adanya kesepakatan untuk melaksanakan Wajib Belajar 12 Tahun pada tahun 2013, Dewan meminta Pemerintah menyegerakan revisi       ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU tentang Sistem Pendidikan Nasional tentang:
Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Revisi yang diharapkan adalah bahwa setiap warga negara yang berusia 7 (tujuh) sampai dengan 18 (delapanbelas) tahun wajib mendapatkan pendidikan. Program wajib belajar 12 tahun ini sangat diharapkan oleh masyarakat luas terutama bagi masyarakat yang tidak mampu.
Dalam hal ini, Pemerintah perlu mengambil langkah strategis untuk mempersiapkan Wajar 12 Tahun atau yang lebih tepat disebut sebagai Pendidikan Menengah Universal (PMU), yaitu pendidikan menengah yang mencakup SMA, MA dan SMK. Pendidikan Menengah Universal (PMU) pada dasarnya merupakan pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh warga negara Republik Indonesia untuk mengikuti pendidikan menengah yang bermutu.
Istilah universal diambil untuk membedakan pengertian wajib belajar yang sudah dijalankan pada jenjang pendidikan dasar 9 tahun. Pengertian universal adalah konsep yang umum digunakan oleh badan dunia (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk memberikan pelayanan umum kepada publik, tanpa harus diminta, yang biasa disebut dengan istilah public service obligation (PSO). Sebuah bentuk pelayanan yang jauh lebih mulia karena tidak perlu diminta tapi disediakan atau dijalankan.
Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, Pendidikan Menengah Universal adalah nama lain dari Wajib Belajar 12 tahun. Menurutnya, kementerian tidak memakai kata wajib karena tidak ada yang mewajibkan. Berbeda dengan program wajib belajar 9 tahun yang merupakan amanah dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dimana pada Bab VIII Pasal 34 berbunyi :
(1)   Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
(2)   Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
(3)   Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yangdiselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(4)   Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Jadi jelas, untuk Wajib Belajar 9 Tahun diatur dalam undang-undang, sementara Wajib Belajar 12 tahun belum ada undang-undangnya. Tujuan utama PMU adalah meningkatkan kualitas penduduk Indonesia dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa, peningkatan kehidupan sosial politik serta kesejahteraan masyarakat. Salah satu sasarannya adalah pada tahun 2020 angka partisipasi kasar (APK) pendidikan menengah sekurang-kurangnya mencapai 97%. Tanpa kebijakan PMU, skenario capaian sebesar APK 97% baru akan tercapai pada 2040.
Description: http://fentafellana.files.wordpress.com/2012/10/wajar-12-tahun1.jpg?w=540&h=346










Dengan diadakannya Pendidikan Menengah Universal diharapkan nantinya akan meningkatkan APK pada semua daerah-daerah di Indonesia. Hal ini tentunya dapat memperkecil disparitas antar daerah karena di setiap daerah baik daerah maju maupun terpencil telah dicanangkan wajib belajar 12 tahun.Sasaran yang lain adalah memperkecil disparitas antar daerah. Diakui dengan kondisi yang berbeda antarwilayah, baik menyangkut kondisi geografis maupun kemampuan sosial-ekonomi, distribusi APK pendidikan menengah kita masih sangat timpang antardaerah satu dengan lain. Buktinya, di Indonesia masih banyak daerah-daerah yang APK SM (angka partisipasi kasar sekolah menengah) masih di bawah rata-rata. Hal ini dapat dilihat dari gambar berikut:
Selain itu, sasaran lain yang akan dicapai yaitu memperkuat pelayanan pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi yang dimaksud di sini adalah pendidikan kejuruan di tingkat menengah, bukan pendidikan kejuruan di tingkat perguruan tinggi. Dengan pencanangan Pendidikan Menengah Universal, maka diharapkan lulusan-lulusan di Indonesia akan memiliki SDM yang spesifik dan lebih siap untuk bekerja. Hal ini dapat dilakukan dengan penerapan pendidikan vokasi pada jenjang menengah dengan memperbanyak SMK (Sekolah Menengah Kejuruan).
Cita-cita mulia mewujudkan program pendidikan menengah 12 tahun tentu harus dijalankan dengan memperhatikan kemampuan fiskal pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah daerah provinsi perlu mengambil peran lebih besar dalam mendukung pembiayaan program ini. Bagaimanapun, pendidikan merupakan investasi jangka panjang.Kita harus optimistis, dalam 10 atau 20 tahun ke depan, anak-anak bangsa siap menyambut “Indonesia Emas”.
Untuk melaksanakan Wajar 12 tahun atau PMU ini, perencanaan kebutuhan antara lain meliputi sarana pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan yang didasarkan pada jumlah dan distribusi penduduk usia pendidikan jenjang menengah di tingkat kabupaten/kota.
Masalah anggaran adalah masalah yang paling penting. Masalah anggaran ini merupakan wilayah kewenangan antara Pemerintah dan DPR RI. Namun pihak Kementerian Dikbud sudah menghitung anggaran yang diperlukan, sekarang ini, minimal yang harus disiapkan kira-kira Rp 21 triyun, dan biaya yang terbesar tersebut dipergunakan untuk pengeluaran dana BOS (bantuan operasional sekolah).
Secara operasional, PMU dilaksanakan kurang lebih sama dengan Wajar 9 Tahun. Untuk menjamin PMU mencapai sasarannya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda) tentu akan banyak mengalokasikan dana terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), penyediaan dan peningkatan kualitas guru, serta bantuan untuk siswa yang tidak mampu.
Secara nasional jumlah guru tingkat SMA berlebih tetapi untuk guru SMK (sekolah Menengah Kejuruan) masih kekurangan. Guru SMK yang kurang tersebut guru SMK yang produktif. Guru SMK yang produktif dimaksud adalah guru mengajar keahlian tertentu. Kekurangan tenaga guru tersebut sekarang sedang dipersiapkan oleh Kementerian Dikbud bekerjasama dengan sejumlah perguruan tinggi. Bahkan, mulai tahun ini Dirjen Dikti (Pendidikan Tinggi) sudah menyiapkan calon-calon guru yang akan dikirim ke SMK – SMK tetapi jumlahnya masih sangat terbatas, namun nanti  kalau anggaran tersedia Kemendikbud akan menyiapkannya secara masif.
PMU merupakan rintisan Program Wajar 12 Tahun. Mulai tahun 2013 rintisan tersebut dimulai. Untuk itu, Pemerintah melalui Kemdikbud terus mematangkan konsep dan strategi pelaksanaan PMU ini, termasuk penganggarannya. Kementerian Dikbud sebenarnya telah membuat skenario pembiayaan untuk pelaksanaan program PMU. Rancangan pembiayaan itu nantinya bersumber dari Pemerintah pusat sebesar 50%, kemudian Pemerintah Daerah propinsi, kabupaten dan kota kira-kira menanggung sekitar 40% tetapi kalau Pemerintah Daerah mampu menanggung 50% maka masyarakat akan tidak terbebani. Tetapi kalau harus masyarakat menyumbang maka sudah ditetapkan hanya diperbolehkan memungut sebesar 10% sehingga masyarakat dari kelas menengah ke bawah tidak terbebani untuk dapat mengikuti program ini.
2.      Kemungkinan Dampak Positif dari Pendidikan Menengah Universal (PMU)
Segala pelaksanaan sistem pasti ada dampaknya. Beberapa dampak positif atau perubahan yang diharapkan dari Pendidikan Menengah Universal (PMU) asalah sebagai berikut:
a)      Terjadi peningkatan akses publik ke SMA/sederajat,
Dengan adanya PMU, peluang masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA/sederajat semakin besar.
b)      Angka partisipasi kasar (APK) tingkat SMA/sederajat akan makin tinggi,
Hingga 2012 ini, APK SMA/sederajat seacara nasional masih berada di bawah 70%. Dengan adanya PMU, APK ini akan naik menjadi sekitar 97% pada tahun 2020. Hal ini sekaligus merupakan percepatan APK pendidikan menengah. Tanpa PMU atau “Wajar 12 Tahun”, APK sebesar itu baru bisa tercapai pada tahun 2040.
c)      Terjadi penambahan jumlah peserta didik yang berpeluang melanjutkan ke perguruan tinggi,
Hal ini sejalan dengan ditingkatkannya layanan pendidikan tinggi, termasuk akan dibangunnya akademi komunitas (community college) di setiap kabupaten/kota menyusul disahkannya UU Pendidikan Tinggi.
d)     Penyeimbangan antara SMA dan SMK,
Hal ini, akan mengurangi perbedaan jumlah kedua jenis sekolah menengah ini; dan sekaligus menambah jumlah lulusan yang siap kerja terutama dari SMK tanpa mengurangi jumlah yang siap melanjutkan ke perguruan tinggi baik dari SMA maupun SMK.
e)      PMU akan memperbaiki kualitas angkatan kerja,
Pengetahuan dan keterampilan lulusan SMA/SMK lebih memadai ketimbang lulusan SD/SMP. Sedangkan berdasarkan usia, lulusan SMA/SMK lebih siap memasuki dunia kerja.
f)       Mobilitas vertikal para lulusan SMA/SMK juga akan cenderung lebih mudah ketimbang lulusan SD/SMP.
Karena itulah, kehadiran PMU ini boleh dikatakan berada satu langkah di depan (one step ahead) di tengah-tengah dunia pendidikan kita. Menjadi terobosan dalam meningkatkan kualitas SDM bangsa Indonesia; sekaligus memperbaiki kinerja dalam kehidupan sosial dan ekonomi.
3.      Kemungkinan Dampak Negatif dari Pendidikan Menengah Universal (PMU)
Setiap pelaksanaan kegiatan atau sistem, pasti memiliki akibat atau dampak. Beberapa kemungkinan dampak negatif yang akan terjadi dari pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU), diantaranya adalah masalah anggaran. Dengan diberlakukannya sistem baru, pastilah ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan. Jika dahulu, pemerintah hanya mencanangkan Wajar 9 tahun, maka pemerintah hanya wajib menganggarkan dana pendidikan khususnya untuk BOS (Bantuan Operasional Sekolah) bagi pendidikan selama 9 tahun yaitu SD dan SMP. Namun, dengan rencana Pendidikan Menengah Universal (PMU), maka pemerintah juga harus menganggarkan dana lebih karena jenjang yang dicakup kini lebih lama yaitu 12 tahun dari SD, SMP samapi SMA/SMK.
F.       KESIMPULAN
Pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU) akan dirintis mulai tahun 2013 dengan catatan pemerintah harus mengamandemen Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pelaksanaannya, pemerintah perlu memperhatikan perencanaan kebutuhan antara lain meliputi sarana pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan yang didasarkan pada jumlah dan distribusi penduduk usia pendidikan jenjang menengah di tingkat kabupaten/kota. Hal ini dimaksudkan agar sasaran yang meliputi peningkatan APK, memperkuat layanan pendidikan vokasi dan memperkecil disparsi antar daerah dapat terwujud.
Beberapa perubahan/dampak positif yang diharapkan terjadi setelah pelaksanaan PMU adalah:
a)       Terjadi peningkatan akses publik ke SMA/sederajat,
b)       Angka partisipasi kasar (APK) tingkat SMA/sederajat akan makin tinggi,
c)       Terjadi penambahan jumlah peserta didik yang berpeluang melanjutkan ke perguruan tinggi,
d)      Penyeimbangan antara SMA dan SMK,
e)       PMU akan memperbaiki kualitas angkatan kerja,
f)        Mobilitas vertikal para lulusan SMA/SMK juga akan cenderung lebih mudah ketimbang lulusan SD/SMP.
Sedangkan dari sudut negatifnya, akibat yang mungkin terjadi adalah pemerintah harus menganggarkan dana lebih banyak untuk pendidikan selama 12 tahun dari SD, SMP samapi SMA/SMK.