A. LATAR
BELAKANG MASALAH
Persaingan
global di segala bidang kini sedang melanda negara-negara di dunia. Bagi negara maju, mungkin adanya
persaingan global hanya menuntut mereka untuk menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan
negara-negara yang lain. Tetapi bagi negara berkembang seperti Indonesia, adanya persaingan global menuntut untuk
meningkatkan segala sektor negara baik politik, ekonomi, pendidikan maupun Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Peningkatan
semua sektor tentunya dilaksanakan melalui pembangunan bangsa. Dalam upaya
pembangunan bangsa, tampaknya pengembangan sumber daya manusia adalah yang
paling penting dan utama jika dibandingkan dengan pengembangan sumber daya
alam, meskipun antara keduanya saling berkaitan
dan tak terpisahkan. Oleh karena itu, pembangunan manusia seutuhnya perlu
diwujudkan dengan sebaik-baiknya sehingga diperlukan pendekatan-pendekatan yang
baik.
Pendidikan
adalah sarana utama didalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Tanpa pendidikan akan sulit diperoleh hasil dari kualitas sumber daya manusia
yang maksimal. Kebutuhan akan pendidikan merupakan hal yang tidak dapat
dipungkiri, bahkan semua itu merupakan hak semua warga negara. Sebagaimana yang
termaktub di dalam UUD’45 pasal 31 ayat (1) secara tegas menyebutkan bahwa :
“Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Dengan
demikian pendidikan yang bermutu bukanlah milik suatu kelompok atau
perseorangan, akan tetapi pendidikan adalah hak semua warga negara tanpa membedakan
suku, agam, ataupun kasta.
Menyikapi
hal itu adalah sesuatu yang wajar jika pemerintah melalui keputusan menteri
pendidikannasional telah
mencanangkan kewajiban belajar 9 tahun. Bahkan untuk meminimalisir jumlah angka
putus sekolah dan agar seluruh warga usia sekolah berkesempatan untuk menikmati
pendidikan, pemerintah berupaya mencanangkan Pendidikan Menengah Universal.
B. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang yang telah disampaikan, maka dirumuskan beberapa masalah yaitu:
Bagaimana
pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU)?
Apakah
kemungkinan dampak positif yang akan terjadi dari diselenggarakannya Pendidikan
Menengah Universal (PMU)?
Apakah
kemungkinan dampak negatif yang akan terjadi dari diselenggarakannya Pendidikan
Menengah Universal (PMU)?
C. TUJUAN
Berdasarkan
rumusan masalah yang dituliskan, maka tujuan yang akan dicapai adalah:
Mengetahui
pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU).
Mengetahui
kemungkinan dampak positif yang akan terjadi dari diselenggarakannya Pendidikan
Menengah Universal (PMU).
Mengetahui
kemungkinan dampak negatif yang akan terjadi dari diselenggarakannya Pendidikan
Menengah Universal (PMU).
D. TEORI
1. Pendidikan
Menengah Universal (PMU)
Istilah
Pendidikan Menengah Universal yang selanjutnya disingkat dengan PMU merupakan
rintisan wajib belajar 12 tahun. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Mohammad Nuh menjelaskan Pendidikan Menengah Universal 12 Tahun ditempuh untuk
menjaring usia produktif di Indonesia. Pemerintah akan mewajibkan program
Pendidikan Menengah Universal (PMU) atau pendidikan gratis hingga SMA pada 2013 mendatang.
Nama
Pendidikan menengah Universal (PMU) diambil karena sebagai rintisan di mana
belum adanya peraturan perundangan yang mewajibkan Wajib Belajar 12 Tahun. Oleh
karena itu, pemerintah berencana mengamandemen Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang SistemPendidikan
Nasional yang mengatur soal wajib belajar 9 tahun menjadi wajib belajar 12
tahun.
2. Sasaran
Pendidikan Menengah Universal (PMU)
Penyelenggaraan
Pendidikan Menengah Universal (PMU) tentunya tidak asal saja tetapi juga
mempunyai sasaran yang ingin dicapai atau tujuan dari pelaksanaanya. Dalam
pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU) ada tiga sasaran yang ingin
dicapai, yaitu:
Meningkatkan
Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah
Angka
Partisipasi Kasar (APK) merupakan rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang
sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok
usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Misal, APK SMA sama
dengan jumlah siswa yang duduk di bangku SMA dibagi dengan jumlah penduduk
kelompok usia 16 sampai 18 tahun.
APK
menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat
pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya
serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan.
Memperkecil
disparitas antar daerah
Disparitas
dapat diartikan dengan perbedaan. Jadi, memperkecil disparitas antar daerah
dapat diartikan dengan memperkecil perbedaan antar daerah khususnya dalam
bidang pendidikan.
Memperkuat
pelayanan pendidikan vokasi
Istilah
vokasi digunakan untuk program pendidikan menggantikan istilah profesional atau
profesi. Istilah vokasi diturunkan dari bahasa Inggris, vocation, yang sama artinya dengan profession. Di Amerika Serikat, vokasi
digunakan untuk menyebut pengelompokan sekolah kejuruan seperti di
Indonesia.
Menurut
Pavlova (2009) yang diambil dari makalah Dr. Putu Sudira, M. P, tradisi dari
pendidikan kejuruan atau vokasi adalah menyiapkan peserta didik untuk bekerja.
Pendidikan dan pelatihan kejuruan/vokasi menyiapkan terbentuknya perilaku,
sikap, kebiasaan kerja dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang
dibutuhkan oleh masyarakat dunia usaha dan industri. Pendidikan kejuruan/vokasi
merupakan pendidikan pengembangan bakat untuk bekerja dalam bidang-bidag
tertentu.
Jadi, dapat
dikatakan bahwa pendidikan vokasi adalah suatu program pada jenjang pendidikan
tinggi yang mempunyai tugas untuk mempersiapkan peserta didik untuk memiliki
pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu. Hal ini berdasarkan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa:
Perguruan
tinggi dapat menyelenggarakan program pendidikan akademik, profesi dan/atau
vokasi(pasal 20 ayat
(3)).
Dahulu
istilah yang dipakai untuk menyebut pendidikan vokasi adalah pendidikan non
gelar.
E. PEMBAHASAN
1. Pelaksanaan
Pendidikan Menengah Universal (PMU)
Pendidikan
Menengah Universal atau yang bisa disingkat dengan PMU dapat dikatakan
sebagai one step ahead. Bagaimana tidak? Ide dasarnya pun
sederhana, bahwasanya Pendidikan Menengah Universal (PMU) merupakan sebuah
lompatan yang sangat signifikan dalam layanan pendidikan kita.
Dengan
adanya kesepakatan untuk melaksanakan Wajib Belajar 12 Tahun pada tahun 2013,
Dewan meminta Pemerintah menyegerakan
revisi ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU
tentang Sistem Pendidikan Nasional tentang:
Setiap
warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar.
Revisi yang
diharapkan adalah bahwa setiap warga negara yang berusia 7 (tujuh) sampai
dengan 18 (delapanbelas) tahun wajib mendapatkan pendidikan. Program wajib
belajar 12 tahun ini sangat diharapkan oleh masyarakat luas terutama bagi
masyarakat yang tidak mampu.
Dalam hal
ini, Pemerintah perlu mengambil langkah strategis untuk mempersiapkan Wajar 12
Tahun atau yang lebih tepat disebut sebagai Pendidikan Menengah Universal
(PMU), yaitu pendidikan menengah yang mencakup SMA, MA dan SMK. Pendidikan
Menengah Universal (PMU) pada dasarnya merupakan pemberian kesempatan
seluas-luasnya kepada seluruh warga negara Republik Indonesia untuk mengikuti
pendidikan menengah yang bermutu.
Istilah
universal diambil untuk membedakan pengertian wajib belajar yang sudah
dijalankan pada jenjang pendidikan dasar 9 tahun. Pengertian universal adalah
konsep yang umum digunakan oleh badan dunia (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk
memberikan pelayanan umum kepada publik, tanpa harus diminta, yang biasa
disebut dengan istilah public service obligation (PSO).
Sebuah bentuk pelayanan yang jauh lebih mulia karena tidak perlu diminta tapi
disediakan atau dijalankan.
Menurut
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, Pendidikan Menengah Universal
adalah nama lain dari Wajib Belajar 12 tahun. Menurutnya, kementerian tidak
memakai kata wajib karena tidak ada yang mewajibkan. Berbeda dengan program
wajib belajar 9 tahun yang merupakan amanah dari Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dimana pada Bab VIII Pasal 34 berbunyi
:
(1)
Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
(2)
Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar
minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
(3)
Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yangdiselenggarakan oleh lembaga
pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(4)
Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Jadi jelas,
untuk Wajib Belajar 9 Tahun diatur dalam undang-undang, sementara Wajib Belajar
12 tahun belum ada undang-undangnya. Tujuan utama PMU adalah meningkatkan
kualitas penduduk Indonesia dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan daya saing
bangsa, peningkatan kehidupan sosial politik serta kesejahteraan masyarakat. Salah satu
sasarannya adalah pada tahun 2020 angka partisipasi kasar (APK) pendidikan
menengah sekurang-kurangnya mencapai 97%. Tanpa kebijakan PMU, skenario capaian
sebesar APK 97% baru akan tercapai pada 2040.
Dengan
diadakannya Pendidikan Menengah Universal diharapkan nantinya akan meningkatkan
APK pada semua daerah-daerah di Indonesia. Hal ini tentunya dapat memperkecil
disparitas antar daerah karena di setiap daerah baik daerah maju maupun
terpencil telah dicanangkan wajib belajar 12 tahun.Sasaran yang lain adalah
memperkecil disparitas antar daerah. Diakui dengan kondisi yang berbeda
antarwilayah, baik menyangkut kondisi geografis maupun kemampuan
sosial-ekonomi, distribusi APK pendidikan menengah kita masih sangat timpang
antardaerah satu dengan lain. Buktinya, di Indonesia masih banyak daerah-daerah
yang APK SM (angka partisipasi kasar sekolah menengah) masih di bawah
rata-rata. Hal ini dapat dilihat dari gambar berikut:
Selain itu,
sasaran lain yang akan dicapai yaitu memperkuat pelayanan pendidikan vokasi.
Pendidikan vokasi yang dimaksud di sini adalah pendidikan kejuruan di tingkat
menengah, bukan pendidikan kejuruan di tingkat perguruan tinggi. Dengan
pencanangan Pendidikan Menengah Universal, maka diharapkan lulusan-lulusan di
Indonesia akan memiliki SDM yang spesifik dan lebih siap untuk bekerja. Hal ini
dapat dilakukan dengan penerapan pendidikan vokasi pada jenjang menengah dengan
memperbanyak SMK (Sekolah Menengah Kejuruan).
Cita-cita
mulia mewujudkan program pendidikan menengah 12 tahun tentu harus dijalankan
dengan memperhatikan kemampuan fiskal pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah
daerah provinsi perlu mengambil peran lebih besar dalam mendukung pembiayaan
program ini. Bagaimanapun, pendidikan merupakan investasi jangka panjang.Kita
harus optimistis, dalam 10 atau 20 tahun ke depan, anak-anak bangsa siap
menyambut “Indonesia Emas”.
Untuk
melaksanakan Wajar 12 tahun atau PMU ini, perencanaan kebutuhan antara lain
meliputi sarana pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan yang didasarkan
pada jumlah dan distribusi penduduk usia pendidikan jenjang menengah di tingkat
kabupaten/kota.
Masalah
anggaran adalah masalah yang paling penting. Masalah anggaran ini merupakan
wilayah kewenangan antara Pemerintah dan DPR RI. Namun pihak Kementerian Dikbud
sudah menghitung anggaran yang diperlukan, sekarang ini, minimal yang harus
disiapkan kira-kira Rp 21 triyun, dan biaya yang terbesar tersebut dipergunakan
untuk pengeluaran dana BOS (bantuan operasional sekolah).
Secara
operasional, PMU dilaksanakan kurang lebih sama dengan Wajar 9 Tahun. Untuk
menjamin PMU mencapai sasarannya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Pemda) tentu akan banyak mengalokasikan dana terutama untuk pembangunan sarana
dan prasarana, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), penyediaan dan peningkatan
kualitas guru, serta bantuan untuk siswa yang tidak mampu.
Secara
nasional jumlah guru tingkat SMA berlebih tetapi untuk guru SMK (sekolah
Menengah Kejuruan) masih kekurangan. Guru SMK yang kurang tersebut guru SMK
yang produktif. Guru SMK yang produktif dimaksud adalah guru mengajar keahlian
tertentu. Kekurangan tenaga guru tersebut sekarang sedang dipersiapkan oleh
Kementerian Dikbud bekerjasama dengan sejumlah perguruan tinggi. Bahkan, mulai tahun
ini Dirjen Dikti (Pendidikan Tinggi) sudah menyiapkan calon-calon guru yang
akan dikirim ke SMK – SMK tetapi jumlahnya masih sangat terbatas, namun
nanti kalau anggaran tersedia Kemendikbud akan menyiapkannya secara
masif.
PMU
merupakan rintisan Program Wajar 12 Tahun. Mulai tahun 2013 rintisan tersebut
dimulai. Untuk itu, Pemerintah melalui Kemdikbud terus mematangkan konsep dan
strategi pelaksanaan PMU ini, termasuk penganggarannya. Kementerian Dikbud
sebenarnya telah membuat skenario pembiayaan untuk pelaksanaan program PMU.
Rancangan pembiayaan itu nantinya bersumber dari Pemerintah pusat sebesar 50%,
kemudian Pemerintah Daerah propinsi, kabupaten dan kota kira-kira menanggung
sekitar 40% tetapi kalau Pemerintah Daerah mampu menanggung 50% maka masyarakat
akan tidak terbebani. Tetapi kalau harus masyarakat menyumbang maka sudah
ditetapkan hanya diperbolehkan memungut sebesar 10% sehingga masyarakat dari
kelas menengah ke bawah tidak terbebani untuk dapat mengikuti program ini.
2. Kemungkinan
Dampak Positif dari Pendidikan Menengah Universal (PMU)
Segala
pelaksanaan sistem pasti ada dampaknya. Beberapa dampak positif atau perubahan
yang diharapkan dari Pendidikan Menengah Universal (PMU) asalah sebagai
berikut:
a)
Terjadi peningkatan akses publik ke SMA/sederajat,
Dengan
adanya PMU, peluang masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat
SMA/sederajat semakin besar.
b)
Angka partisipasi kasar (APK) tingkat SMA/sederajat akan makin tinggi,
Hingga 2012
ini, APK SMA/sederajat seacara nasional masih berada di bawah 70%. Dengan
adanya PMU, APK ini akan naik menjadi sekitar 97% pada tahun 2020. Hal ini
sekaligus merupakan percepatan APK pendidikan menengah. Tanpa PMU atau “Wajar
12 Tahun”, APK sebesar itu baru bisa tercapai pada tahun 2040.
c)
Terjadi penambahan jumlah peserta didik yang berpeluang melanjutkan ke
perguruan tinggi,
Hal ini
sejalan dengan ditingkatkannya layanan pendidikan tinggi, termasuk akan
dibangunnya akademi komunitas (community college)
di setiap kabupaten/kota menyusul disahkannya UU Pendidikan Tinggi.
d)
Penyeimbangan antara SMA dan SMK,
Hal ini,
akan mengurangi perbedaan jumlah kedua jenis sekolah menengah ini; dan
sekaligus menambah jumlah lulusan yang siap kerja terutama dari SMK tanpa
mengurangi jumlah yang siap melanjutkan ke perguruan tinggi baik dari SMA
maupun SMK.
e)
PMU akan memperbaiki kualitas angkatan kerja,
Pengetahuan
dan keterampilan lulusan SMA/SMK lebih memadai ketimbang lulusan SD/SMP.
Sedangkan berdasarkan usia, lulusan SMA/SMK lebih siap memasuki dunia kerja.
f)
Mobilitas vertikal para lulusan SMA/SMK juga akan cenderung lebih mudah
ketimbang lulusan SD/SMP.
Karena
itulah, kehadiran PMU ini boleh dikatakan berada satu langkah di depan (one step ahead) di tengah-tengah dunia pendidikan kita.
Menjadi terobosan dalam meningkatkan kualitas SDM bangsa Indonesia; sekaligus
memperbaiki kinerja dalam kehidupan sosial dan ekonomi.
3. Kemungkinan
Dampak Negatif dari Pendidikan Menengah Universal (PMU)
Setiap
pelaksanaan kegiatan atau sistem, pasti memiliki akibat atau dampak. Beberapa
kemungkinan dampak negatif yang akan terjadi dari pelaksanaan Pendidikan
Menengah Universal (PMU), diantaranya adalah masalah anggaran. Dengan
diberlakukannya sistem baru, pastilah ada biaya tambahan yang harus
dikeluarkan. Jika dahulu, pemerintah hanya mencanangkan Wajar 9 tahun, maka
pemerintah hanya wajib menganggarkan dana pendidikan khususnya untuk BOS
(Bantuan Operasional Sekolah) bagi pendidikan selama 9 tahun yaitu SD dan SMP.
Namun, dengan rencana Pendidikan Menengah Universal (PMU), maka pemerintah juga
harus menganggarkan dana lebih karena jenjang yang dicakup kini lebih lama
yaitu 12 tahun dari SD, SMP samapi SMA/SMK.
F. KESIMPULAN
Pelaksanaan
Pendidikan Menengah Universal (PMU) akan dirintis mulai tahun 2013 dengan
catatan pemerintah harus mengamandemen Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pelaksanaannya, pemerintah perlu
memperhatikan perencanaan kebutuhan antara lain meliputi sarana pendidikan,
pendidik dan tenaga kependidikan yang didasarkan pada jumlah dan distribusi
penduduk usia pendidikan jenjang menengah di tingkat kabupaten/kota. Hal ini
dimaksudkan agar sasaran yang meliputi peningkatan APK, memperkuat layanan
pendidikan vokasi dan memperkecil disparsi antar daerah dapat terwujud.
Beberapa
perubahan/dampak positif yang diharapkan terjadi setelah pelaksanaan PMU
adalah:
a)
Terjadi peningkatan akses publik ke SMA/sederajat,
b)
Angka partisipasi kasar (APK) tingkat SMA/sederajat akan makin tinggi,
c)
Terjadi penambahan jumlah peserta didik yang berpeluang melanjutkan ke
perguruan tinggi,
d)
Penyeimbangan antara SMA dan SMK,
e)
PMU akan memperbaiki kualitas angkatan kerja,
f)
Mobilitas vertikal para lulusan SMA/SMK juga akan cenderung lebih mudah
ketimbang lulusan SD/SMP.
Sedangkan
dari sudut negatifnya, akibat yang mungkin terjadi adalah pemerintah harus
menganggarkan dana lebih banyak untuk pendidikan selama 12 tahun dari SD, SMP
samapi SMA/SMK.